Jumat, 04 Mei 2012

Tarian dari Jepang


1)       Chakkirako(チャッキラコ)
Tari rakyat ini dari kawasan Nakazaki dan Hanagure, Jepang. Tari ini dibawakan setahun sekali sebagai tradisi perayaan tahun baru kecil (koshogatsu) pada setiap 15 Januari. Penari berjumlah sekitar 20 anak perempuan (5 hingga 12 tahun). Mereka menari di depan kuil Shinto dan beberapa rumah tinggal penduduk setempat.
Kostum penari berupa baju kimono berwarna-warni cerah. Para penari menari sambil berjajar berhadap-hadapan atau menari dalam lingkaran. Alat-alat menari yang dipegang sewaktu menari bergantung kepada jenis tarian. Penari memegang maiōgi (kipas lipat untuk menari, atau dua buah kipas lipat) atau chakkirako.
Tarian mereka tidak diiringi alat musik, melainkan diiringi nyanyian yang disebut ondotori, dari lima hingga sepuluh orang wanita berusia 40 tahun hingga 80 tahun. Pakaian yang dibawakan para wanita adalah kimono warna hitam lengkap dengan haori. Nama tarian ini berasal dari bunyi chakkirako yang terdengar setelah para penari membunyikan dua batang bambu yang mereka bawa.
Ada enam repertoar sesuai dengan judul lagu:


·            "Hatsuise" (初いせ?)
·            "Chakkirako" (ちゃっきらこ?)
·            "Nihon-odori" (二本踊り?)
·            "Yosasa-bushi" (よささ節?)
·            "Kamakura-bushi" (鎌倉節?)
·            "Oise Mairi" (お伊勢参り?)


Keseluruhan dari repertoar juga disebut "Chakkirako".
Pada tahun 1976, Pemerintah Jepang menetapkan Chakkirako sebagai Warisan Penting Budaya Takbenda Rakyat. UNESCO memasukkan tari ini ke dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia pada tahun 2009.
2)     Kabuki
Tarian tradisional paling popular di Jepang ini penarinya adalah pria. Kabuki menawarkan olah tari yang berbaur dengan kritik dan kearifan hidup. Gerak khas kabuki terletak pada langkah kaki yang sangat lemah lembut. Terdapat 3 gerakan dasar Kabuki yaitu gerakan memutar, gerakan tangan, dan gerakan kepala. Setiap gerakan menyimbolkan ekspresi manusia. Seperti bagaimana ketika menangis, gembira, sedih, dan lain sebagainya. Kostum Kabuki dengan busana Kimono yang eye catching.
3)     Bon Odori
Bon Odori adalah tarian obon yang merupakan bagian dari penyelenggaraan obon dan dirayakan di seluruh Jepang. Ditarikan secara massal dengan penarinya memakai pakaian tradisional Jepang, yukata. Dalam menarikan tarian ini diiringi musik tradisional, sambil mengelilingi yagura (panggung yang didirikan di tengah-tengah arena). Setiap daerah mempunyai gaya sendiri dalam menarikan bon odori ini. Ciri khas Bon Odori adalah menari diiringi nyanyian atau music tradisional. Langkah kaki bergerak bebas disertai hentakan kaki untuk mengeluarkan suara. Tingkah tangan sesuai dengan ritme music.
4)    Hayachine Kagura
Hayachine Kagura (早池峰神楽?) adalah kesenian rakyat kagura di Ōhasasama, Hanamaki, Prefektur Iwate, Jepang. Pementasan Hayachine Kagura awalnya sebagai bentuk pemujaan kepada Gunung Hayachine. Kesenian ini berupa serangkaian tari topeng yang diiringi musik dari permainan taiko, simbal, dan suling. Kostum, penutup kepala, dan topeng yang dikenakan penari bergantung kepada tarian yang dibawakan.
Shiki-mai (式舞?) adalah 6 tarian pendahuluan yang wajib dipertunjukkan dalam pementasan kagura. Enam Shiki-mai menurut urutan pementasan:


·  Tori-mai (鳥舞?)
·  Okina-mai (翁舞?)
·  Sanbasō (三番叟?)
·  Yama no Kami-mai (山の神舞?)
·  Hachiman-mai (八幡舞?)
·  Iwatobiraki (岩戸開?)


Selain Shiki-mai, tari-tari lain yang dibawakan bebas dipilih dari repertoar tari yang ada:


·  Kami-mai (神舞?)
·  Ara-mai
·  Za-mai (座舞?)
·  Kyōgen (狂言?)


·  Gongen-mai (権現舞?)/ Shishigashira, ditarikan oleh penari yang memakai kostum shishi, dan selalu dibawakan sebagai tari penutup.


5)     Kasa Odori
Mirip dengan Bon Odori, bedanya Kasa Odori menggunakan payung sebagai alat tarian yang digunakan. Tarian ini menjadi ciri khas untuk Prefektur Tottori timur dan festival Shan-shan. Kasa Odori ada sejak jaman Edo(1603-1867 M), biasa dilangsungkan ketika musim panas (festifal Shan-shan Ang). Di ujung payung, ada benda kecil sperti logam emas. Sehingga menimbulkan suara tertentu tiap kali paying digerakkan.
6)     Onikenbai
Ciri khas tarian ini, penarinya memakai topeng Oni (raksasa Jepang). Identik dengan gerakan menghentak tanah. Melambangkan Oni yang membantu manusia untuk mengusir roh jahat dari dalam tanah. Tujuannya, agar panen para petani dapat berhasil.
Tarian Onikebai biasanya dilanjutkan dengan Nanazumai, yang berarti tujuh kepala. Melambangkan siklus atau fase pertanian yang merupakan mata pencaharian utama penduduk  Jepang pada zaman dahulu. Tarian Nanazumai ditarikan dengan membawa tujuh alat berbeda. Masing-masing alat ini menceritakan tiap fase dalam pertanian.
7)      Arauma
Tarian Tradisional Jepang, yang berasal dari Aomori, Okawadi. Ditarikan melambangkan rasa syukur atas hasil pertanian yang melimpah dan rasa terima kasih penduduk Okawadai terhadap kuda-kuda yang telah membantu mata pencaharian mereka.
Arauma ditarikan secara berpasangan oleh laki-laki dan perempuan. Laki-laki menjadi uma (kuda), sedangkan perempuan menjadi haneto (manusia). Diiringi music taiko(gendang), fue(seruling), dan chappa(simbal), dimana diiring-iringi menari  berarak-arakan dan sambil menyerukan,”Rassera! Rassera!”
8)       Dainichido Bugaku (大日堂舞楽)
 Tarian  ritual dan musik (bugaku) dari kota Hachimantai, Kazuno, Prefektur Akita, Jepang. Tarian ini dipersembahkan setiap tahun pada tanggal 2 Januari di Kuil Ōhirumemuchi di kawasan Azukizawa. Merupakan kesenian tertua di akita. Nama kesenian ini berasal dari sejarah, yakni bugaku (musik dan tari istana) yang dimainkan di Dainichido. Kesenian ini berasal dari tahun 718 (zaman Nara). Kedatangan kelompok pemusik bugaku dari ibu kota untuk meramaikan upacara peresmian selesainya pembangunan kembali kuil bernama Dainichi-dō. Kesenian ini langka karena bentuk tarinya masih murni hingga sekarang.
Musik pengiring tari berasal dari permainan suling dan taiko.Hampir semua tarian dibawakan oleh orang dewasa. Dainichido Bugaku terdiri dari 7 macam tarian yang dipercayakan kepada empat komunitas di 4 permukiman (penduduk dari permukiman lain tidak dibolehkan ikut):
·            Komunitas Osato:
o   Koma-mai (駒舞?) (2 orang)
Tarian kuda hadiah dari pangeran ke-5. Penari memakai topi yang disebut shidegasa' (垂手笠?). Taiko dimainkan sebagai musik pengiring.
o   Tori-mai (鳥舞?) (3 orang)
Tarian ayam peliharaan Danburi Chōja, ditarikan oleh 3 orang anak.
o   Kōshō-mai (工匠舞?) (4 orang)
Tarian untuk pengrajin dan tukang yang membangun Dainichi-dō.
·            Komunitas Azukisawa
o   Gongen-mai (権現舞?) (8 orang)
Tarian untuk pangeran ke-5 Kaisar Keitai, seorang menjadi kepala shishi, anak-anak memegang bagian ekor.
o   Dengaku-mai (田楽舞?) (6 orang)
Tari genderang
·            Komunitas Nagamine
o   Uhen-mai (鳥遍舞?) (6 orang)
Tari pemakaman Putri Kisshō.
·            Komunitas Taniuchi
o   Godaison-mai (五大尊舞?) (6 orang)
Tarian untuk Danburi Chōja. Salah seorang penari mengenakan topeng emas yang melambangkan Dainichi Nyorai.
9)     Tari Geisha
Tarian Tradisional Jepang, ditarikan oleh gadis. Geisha dari kata yang berarti artis, juga dapat berarti gadis penari atau penghibur tradisional perempuan Jepang. Penari memakai gaun tradisionalyang disebut kimono. Penari menggunakan gaya rambut ala tradisional dengan sanggul longgar di atas kepala. Makeup umumnya wajah  dicat putih, dengan eyeliner hitam dan lipstik merah. Penari  memulai latihan dari usia yang dini,para Geisha harus belajar bahasa jepang, instrument tradisionala, termasuk drum dan belajar lagu-lagu dan tarian tradisional.
10)  Wadikao
Tarian tradisional Jepang yang dominan menggunakan ensamble musik Taiko(drum besar)sebagai instrument utama. Ditarikan dikuil.
11)       Eisa,
Tarian berasal dari daerah Okinawa, Eisa dalam kata Jepang berarti tarian memanggil roh.
12)   Tarian Samurai
Tarian yang menggambarkan prajurit Jepang yang gagah. Samurai adalah bangsawan militer di Jepang. Samurai terikat oleh kode kehormatan dan diharapkan menjadi teladan bagi orang lain. Samurai melayani tuan mereka dan membantunya dalam pertempuran. Para penari muda menari mengenakan kostum tradisional Jepang dan tampil di pusat kota.
13)   Noh
Noh ini bukan sebuah nama tarian, tetapi sebuah pertunjukan drama klasik  yang didalamnya yang tersusun atas mai(tarian), hayashi(music) dan utai( kata kata yang biasa dalam lagu) Pelakon menggunakan topeng dan menari secara lambat. Penari memainkan secara lambat.
Biasanya, para pelakon Noh ialah laki-laki. Saat seorang wanita atau anak perempuan muncul di drama ini, aktor pria memainkan perannya dengan mengenakan topeng wanita.
Ada 3 macam pelakon Noh: shite, waki dan kyogen. Shitememerankan pahlawan maupun pahlawati. Ia berbicara, menyanyi, dan menari. Waki (berarti "pihak") berperan sebaai kawan Shite, dan biasanya memerankan peran pelancong di tempat tertentu. Ia memperkenalkan pemirsa dengan dunia drama. Kyogen muncul di pertengahan drama jika memiliki 2 bagian, dan berperan sebagai warga lokal. Ia berbicara kepada Waki dan menyuruhnya melihat apa yang belum dilihatnya sebelum pembicaraan mereka.
14)  Akiu no Taue Odori (秋保の田植踊?)
 Tari Tanam Padi di Akiu adalah tari yang menirukan gerakan orang saat menanam padi di kota Akiu, Taihaku-ku, Sendai, Prefektur Miyagi, Jepang. Di Prefektur Miyagi, Prefektur Iwate, Prefektur Yamagata, dan Prefektur Fukushima, Taue Odori adalah kesenian rakyat yang dibawakan pada perayaan awal tahun (koshōgatsu) untuk mendoakan panen melimpah pada musim tanam tahun itu. Istilah Akiu no Taue Odori dipakai untuk menyebut Taue Odori yang dibawakan di Akiu oleh tiga kelompok pelestarian Taue Odori yang masing-masing dimiliki penduduk di Yumoto, Nagabukuro, dan Baba. Pergelaran tari diadakan setahun sekali di kuil Buddha dan Shinto, antara dasarian kedua bulan April hingga awal bulan Mei di Nagabukuro Jinmeisha, Baba Otaki Fudō-dō, dan Yumoto Yakushi-dō.
15)   Tari Awa
Tari Awa (阿波踊り, Awa Odori) berasal dariProvinsi Awa (Prefektur Tokushima), Jepang yang ditarikan secara beramai-ramai di berbagai kota dan desa di Prefektur Tokushima untuk menyambut perayaan Obon, setiap tahun tanggal 12-15 Agustus. Penari Awa menari dalam kelompok-kelompok yang disebut ren sambil berpawai di jalan-jalan. Satu kelompok penari bisa terdiri dari lusinan penari. Tari Awa adalah sejenis Bon Odori. Penari wanita menari dengan posisi tubuh tegak dan tangan yang digerak-gerakkan di atas kepala. Pria menari dengan pinggul direndahkan, serta gerakan tangan dan kaki yang dinamis.
Musik pengiring menggunakan alat musik yang terdiri dari shamisen, perkusi (taiko dan tsuzumi), genta (kane), dan flute (yokobue). Lagu yang dimainkan adalah lagu populer dari zaman Edo yang berjudul “Yoshikono”.
Ø  Penari wanita
·  Penari wanita mengenakan yukata dan topi anyaman (amigasa) yang hampir menutupi wajah bagian atas. Alas kaki yang digunakan adalah sandal dari kayu yang disebut geta.
·  Pada gerakan tari untuk wanita, kaki dan tangan digerakkan secara anggun.
·  Berlainan dengan yukata yang dikenakan sehari-hari, penari Awa mengenakan yukata berikut pakaian dalam (juban), rok dalam (susoyoke), dan penutup lengan yang disebut tekko.
Ø  Penari pria
·  Tari yang dibawakan penari pria yang mengenakan setelan happi (hanten) dengan celana pendek disebut Hanten Odori (tari hanten). Pria bisa juga mengenakan yukata dengan kain yukata di bagian kaki diangkat ke bagian pinggang, sehingga celana pendek yang dikenakan terlihat. Bila mengenakan yukata, maka tarian tersebut disebut Yukata Odori (tari Yukata).
·  Anak perempuan sering memakai kostum penari laki-laki, dan menarikan gerakan tari Awa untuk pria. Sebaliknya, pria tidak menarikan gerakan tari Awa untuk wanita.
·  Pada gerakan tari untuk pria, tangan dan kaki bergerak dengan bebas dan dinamis.
·  Penari sering pria menggunakan uchiwa (kipas bundar) dan tenugui (saputangan panjang) sebagai perlengkapan menari.
16)  Jiutamai
Jiutamai adalah bentuk kuno indah tarian klasik yang tetap Japanesse dan elegan sebagai pilar yang mendasari kecanggihan koreografi Jepang. Sebagai seni intim keanggunan yang langka, ia memiliki gaya yang unik mengekspresikan emosi internal melalui serangkaian gerakan halus dan simbolik.
Tarian ini juga telah dilakukan pada kuartal hiburan dengan maiko dari Kyoto dan Osaka geiko. Asal Jiutamai ditelusuri kembali ke abad ke-13, ketika penari Shirabyôshi, menari di istana untuk bangsawan dan samurai peringkat tinggi. Jiutamai berkembang sebagai perempuan yang sangat halus tari, solo dilakukan demi seorang saksi laki-laki tunggal. Jiutamai berasal dengan tarian spiritual yang didedikasikan untuk para dewa. Jiutamai tari tidak mengembangkan untuk performa di panggung yang besar, melainkan, gaya ini berkembang sebagai tarian dilakukan di ruang intim di mana penonton bisa melihat dekat kinerja di tangan.


Tidak ada komentar: