Rabu, 18 Maret 2015

                Masa kecil yang saya lalui dengan keceriaan, kepolosan, dan seperti tak ada beban. Orang tua dan kakak menjaga dan mendidik saya dengan baik. Seperti tidak mengucap kata-kata kotor, selalu dibimbing dalam mengaji dan sholat, juga membagi waktu antara bermain, tidur siang, dan belajar. Meskipun teman-teman saya memang sering marah karena tidak pernah selesai permainannya karena saya sudah dijemput untuk tidur siang. Sebenarnya, orang tua saya tidak mengekang saya untuk bermain. Dulu saya memang sangat sebal, namun sekarang saya tahu manfaatnya. Orang tua, tak pernah ingin anaknya menjadi lebih buruk dari mereka.

          Ayah saya sangat bijaksana. Beliau mengajarkan saya untuk tidak berbohong dan bertanggung jawab. Pernah suatu ketika saya meminta uang kepada ayah. Lalu ayah bertanya, “Untuk apa?” dengan lembut. Saya bilang untuk menabung. Namun pada lain hari saya mengocok celengan, mengambil beberapa koin untuk jajan. Ah, ternyata tetangga dekat saya mengetahui, ia mendengar saat aku menjatuhkan koin demi koin dari celengan merah berbentuk apel itu ke lantai. Dan, ia mengatakannya kepada ayah. Betapa tidak, saya sangat sebal padanya karena takut bila ayah marah. Batinku, "kepo amat, sih", "Ih, ikut campur urusan orang aja". Namun ternyata ayah tidak marah, tetapi ia hanya meminta kembali uang yang telah ia berikan dan berpesan untuk tidak berbohong dan menyalahgunakan apa yang menjadi niat kita.

           Setiap pagi saya sering memegangi sepeda ontel ayah dan menghalanginya agar tidak pergi.
"Emoh, ora oleh, Bapak ra oleh lunga" rengekku.
"Bapak arep kerja, golek duwit." kata ibuku
"Owalah, kene.. kene, nok tak sayange (dicium), Bapak pamit riyin nggih, Bapak arep kerja golek duwit dinggo maem amben dina, tumbah klam, dinggp sekolah mbak Na, karo Denok sesuk barang", kata Ayah sembari memelukku, dan tradisinya mencium dahi, 2 pipi, dan hidung. Berat hati aku pun mengangguk, melepas tangannya. Lalu, beliau pergi bersama do'anya.

             Ayah sendiri sebagai pekerja (buruh) bangunan dan taman harus mengayuh sejauh lebih dari 45 km menuju tempatnya. Ayah, begitulah ia, hatinya lembut, jujur, ikhlas, prihatin, dan bijaksana.

Tidak ada komentar: