Minggu, 01 Mei 2011

Dahan Kedamaian

Terik tengah hari ...
Seolah menyiksa diriku
Sejenak langkahku terhenti
Pandanganku tertuju padamu
Pesona sebuah dahan menarik hati
‘Tuk orang yang sedang merindu
F318041.TIFPada keramahannya bumi

Duduk dikerindangan dahan
Merasakan indahnya dunia nan damai
Menatap langit dan awan berarakan
Nyamannya belajar dengan santai
F133066.TIFDengarkan celoteh burung berkicauan
Gelantung akar bak permata tirai
Mengamati semut dalam ranting barisan
                                                                                                       
Hembus angin yang selalu menyapa
Daun meliuk sambutnya dengan berseri
Akar kokoh penentu kehidupnya
Batang perkasa yang tumbuh tak kenal henti
Ranting yang terus terbagi mendua
Biji dan tunas pewaris hidup nanti
Mereka adil tanpa batas...

Dibawah rindangnya beringin...
Disinilah aku belajar
Memandang arti kehidupan dalam kedamaian
Dari pucuk daun hingga ujung akar
DAUN.JPG
Siapapun yang kurang ajar

Akan mendapat balasan... 

Sinopsis "Lelaki Itu..."

Judul                : Lelaki Itu ...
Penulis             : Rudi Ariffianto
Penerbit          : DAR! MIZAN
Cetakan           : 1,
  Bandung, Februari 2005
Tebal               : 144 halaman
Ukuran            : 17 cm X 11,5 cm

Novel ini bercerita tentang kehidupan seorang lelaki cacat sejak lahir, Munir. Ia hidup dengan ekonomi keluarganya yang morat-marit, dan terlebih ibunya, Hatina yang labil, alias menyandang nama ‘gila’. Setelah ayahnya telah meninggal di usianya yang ke enam tahun. Lelaki perkasa dengan sebutan ‘Pak Pos Gadungan‘ itu telah meninggalkan semuanya. Sosok ayah yang berhasil membina keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
       Munir termasuk anak yang pandai. Disekolah tak jarang ia mendapat kalimat pujian, terlebih dari guru kesayangannya, Bu Sus. Baginya ia menjadi ibu pengganti selama ia sekolah. Kasih sayangnya memberi spirit bagi hidupnya. Maupun di Langgar, ia adalah salah satu santri yang sering mendapat penghargaan dari guru ngajinya, Kyai Lehan.
       Meski dengan kecacatannya namun, itu tidak menjadi penghalang bagi munir sebagai layaknya dengan teman sebayanya. Beruntung ia memiliki dua orang sahabat yang setia dan senantiasa membantunya dikala suka dan duka, mereka Jaiz dan Rihan. Kurang lebih lima tahun kaki-kaki mungil mereka berfungsi ganda. Untung menggendongnya kemana dia pergi.
       Kini Jaiz tengah dipromosikan menjadi kepala sekolah dan telah menikah. Rihan bekerja di Malaysia sebagai TKI. Munir sendiri mmasih melanjutkan beasiswa study di Jepang. Namun siapa sangka , kini ia berhasil mengaktualisasikanndirinya menjadi sosok dengan ide-ide cemerlang bagi kemajuan desanya. Apalagi Munir, pemuda cacat yang hanya berpendidikan Hubungan Internasional UNEJ dan sama sekali belum pernah bersentuhan dengan dunia pertanian sebelumnya.
       Suatu saat Munir dan Jaiz membicarakan tentang wejangan. Jaiz bermaksud mencarikan jodoh untuk Munir. Jaiz dengan istrinya, Annisa ingin memeperkenalkan seorang wanita. Seorang gadis kampus, namun secara fisik wanita itu kurang sempurna. Nama wanita itu Nahdlatul Sholikkah, beralamat Jalan Sumatra no. 45 disebelah kanan tanjakan jalan menuju arah DPRD Jember dan kampus UNEJ. Alamat itu seperti pernah dikenal oleh Munir.
       Setelah melakukan beberapa kali shalat istikharah,mempertimbangkan dan telah meminta ijin persetujuan dari keluarganya, ia mantap ingi meminang gadis itu. Calon yang belum pernah bertemu sekalipun.
       Ternyata dugaan Munir benar, wanita itu tak lain adalah anak Bu Suspadminarti, guru kesayangannya di SD dulu.
Seminggu sudah pernikahan Munir berjalan lancar dan khidmad. Kini saatnya Munir harus meninggalkan tanah kelahirannya itu kembali. Munir kembali ke Jepang bersama pendamping yang baru.